PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (Suatu Studi Implementasi Pelaksanaan Sistem Anggaran Kinerja pada Proses Penyusunan APBD (EKN-07)


BAB I
P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang

Salah satu aspek yang terpenting dari hasil proses reformasi di Indonesia adalah Otonomi Daerah. Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah yang meletakkan otonomi yang penuh, luas dan bertanggung jawab pada daerah kabupaten dan kota, serta pergeseran keuangan pemerintahan yang sentralistik birokratik ke pemerintahan yang desentralistik partisipatoris.



Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional. Untuk meningkatkan efisiensi dan profesionalisme, pemerintah daerah perlu melakukan perekayasaan ulang terhadap birokrasi yang selami ini dijalankan (bureaucracy reengineering). Hal tersebut disebabkan oleh karena pada saat ini dan di masa yang akan datang pemerintah, baik pusat maupun daerah, akan menghadapi gelombang perubahan baik yang berasal dari tekanan eksternal maupun internal masyarakatnya.

Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) aspek dalam pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota yaitu aspek administrasi, aspek politis dan aspek kemandirian. Aspek Administrasi bermakna adanya pemerintahan dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Aspek Politis berarti adanya upaya pendemokrasian pemerintahan di daerah. sedangkan aspek Kemandirian dimaksudkan agar daerah mampu mandiri, khusunya dalam melaksanakan urusan rumah tangga sehingga pemerintah daerah dituntut untuk menciptakan kondisi dimana masyarakat ikut berperan serta, kreatif dan inovatif dalam pembangunan daerah.

Selain itu sesuai dengan yang terkandung didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kewenangan Pemerintah Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang Pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Dengan kewenangan yang begitu besar tersebut memberi implikasi yang sangat besar bagi daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.

Meskipun demikian, dengan diberlakukan pelaksanaan otonomi daerah melalui ke-2 Undang-Undang tersebut, dengan membawa implikasi yang sangat besar dalam kewenangannya, dalam implementasinya belum dapat diterapkan secara keseluruhan. Pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara bertahap tersebut disebabkan beberapa faktor :
1. Belum siapnya sumber daya yang ada didaerah untuk melaksanakan kewenangan yang begitu besar. Kondisi tersebut sebenarnya sudah disinyalir dari beberapa penelitian yang diadakan oleh beberapa Universitas. Dari Penelitian yang diadakan oleh Universitas Gadjah Mada pada Tahun 1990 terhadap kesiapan pelaksanaan Otonomi Daerah dengan mengambil sampel daerah percontohan otonomi daerah, telah mengindikasikan belum adanya kesiapan terhadap sumberdaya didaerah dalam menyelenggarakan kewenangan yang begitu luas. Kesiapan disini juga dapat meliputi infrastruktur daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun sarana lainnya dalam menunjang pelaksanaan pembangunan.
2. Kurangnya sumber keuangan Pemerintah Pusat dalam membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Salah aspek terpenting didalam pelaksanaan Otonomi Daerah adalah menyediakan fiskal yang cukup kepada daerah dibarengi dengan legalitas yang mengatur terhadap pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 merupakan landasan yang penting bagi hubungan tersebut, namun demikian didalam pelaksanaannya, Pemerintah Pusat akan dihadapkan pada beban keuangan yang sangat besar, karena beberapa komponen penerimaan negara harus dibagikan kepada daerah, sedangkan beban kebutuhan pemerintah pusat juga tidak berkurang, baik terkait dengan komitmen pembayaran pinjaman luar negeri yang semakin meningkat, juga beban operasional pemerintahan yang juga tidak mengalami penurunan. Apalagi didalam era otonomi daerah perlu adanya pembiayaan khusus terhadap pemekaran wilayah. Dari beberapa kondisi tersebut bagi Pemerintah Daerah sendiri merupakan peluang yang sangat besar dalam mengembangkan
3. Kurang siapnya aspek perundangan didalam implementasinya terutama pada aspek permasalahan penyerahan kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Sebagai tahap awal pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1999, Pemerintah telah menindaklanjuti dengan menerbitkan beberapa Peraturan Pemerintah yang merupakan landasan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan penyerahan kewenangan.

Selain reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen sektor publik maka diperlukan serangkaian reformasi lanjutan terutama yang terkait dengan sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah, yaitu :
a. Reformasi Sistem Pembiayaan (financing reform) ;
b. Reformasi Sistem Penganggaran (budgeting reform) ;
c. Reformasi Sistem Akuntansi (accounting reform) ;
d. Reformasi Sistem Pemeriksaan (audit reform) ;
e. Reformasi Sistem Manajemen Keuangan Daerah (financial management reform).

Sejalan dengan hal tersebut diatas, saat ini telah keluar Peraturan Pemerintah sebagai operasionalisasi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi, yakni antara lain sebagai berikut :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan ;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah ;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah ;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah ;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Bupati dan Wakil Bupati ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD ;
Dengan diterbitkannya sejumlah Peraturan Pemerintah dimaksud, maka desentralisasi keuangan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah sepenuhnya.
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan desentralisasi fiskal yang luas kepada daerah, perlu diatur lebih lanjut mengenai sistem apa yang digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerah itu.

Sejak dituangkannya beberapa Peraturan Pemerintah sebagaimana yang dipaparkan oleh penulis diatas pada tahun 2000, Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah mengalami momentumnya pada Tahun 2002 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta tata Cara Penyusunan APBD, pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Keluarnya ketetapan tersebut memberikan landasan kepada Pemerintah Daerah bahwa sistem pengelolaan keuangan daerah memakai sistem anggaran kinerja.

Sebagaimana diketahui, bahwa sistem pengelolaan keuangan yang diberlakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebelum dikeluarkannya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 masih menggunakan sistem anggaran tradisonal.
Oleh karena itulah dengan semangat pembaharuan didalam pengelolaan keuangan khususnya dalam mengatur regulasi pengelolaan keuangan di daerah yang dituangkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, maka sistem pengelolaan keuangan dilakukan perombakkan dengan memakai sistem anggaran kinerja.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka telah merumuskan beberapa permasalahan yang antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi Sistem Anggaran Kinerja pada proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2003 ?
2. Apakah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2003 telah mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui implementasi sistem anggaran kinerja pada proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten Lamongan tahun anggaran 2003.
2. Untuk mengetahui Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2003 telah mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran ?

1.4. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan memperoleh kegunaan sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pelaksanaan Sistem Anggaran Kinerja yang telah dilakukan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2003.
2. Dapat memberi masukan kepada Pemerintah Kabupaten Lamongan untuk memahami kondisi keuangan daerah sehingga dapat merumuskan strategi kebijakan yang tepat dalam menata keuangan daerah dengan didasarkan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam kerangka otonomi daerah.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini



Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Cara Seo Blogger

Anda ingin download daftar judul tesis dan skripsi terbaru dan lengkap silahkan klik download
×