BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan industri perbankan dan jasa keuangan mengalami kemajuan yang pesat beberapa tahun terakhir, ini akibat dari kemajuan teknologi dan beberapa Paket Kebijakan Deregulasi. Implementasi dari beberapa paket kebijakan deregulasi tersebut adalah berkembangnya industri perbankan, tidak hanya ditandai dengan banyaknya kantor cabang yang dibuka, tetapi muncul pula produk-produk baru, dengan segala macam atribut yang dimiliki.
Tingginya tingkat persaingan dunia perbankan di Indonesia ini, harus pula mengalami masa sulit dengan munculnya krisis moneter yang melanda Indonesia pada bulan Juli 1997 yang sampai sekarang belum seratus persen pulih. Fenomena ini menyebabkan masyarakat semakin berhati-hati dalam menyimpan uangnya di bank, karena banyaknya bank yang terkena likuidasi.
Krisis moneter telah mengakibatkan perbankan nasional menderita penyakit yang lebih gawat lagi dibandingkan dengan keadaan penyakit sejak sebelum krisis .
Daftar penyakit-penyakit utama yang menghinggapi perbankan nasional ditengah - tengah krisis moneter yang sedang terjadi itu meliputi hal - hal sebagai berikut :
Pertama : Dengan merosotnya nilai tukar rupiah telah memperburuk kualitas aktiva produktif, sehingga mewajibkan bank-bank membentuk pencadangan kerugian yang tinggi, hal ini bukan saja dapat menekan margin keuangannya melainkan juga memperburuk permodalan bank.
Kedua : Meningkatnya tingkat suku bunga kredit dan membesarnya nilai pokok kredit valas sebagai akibat merosotnya nilai rupiah merupakan beban tambahan yang berat bagi dunia usaha. Mengakibatkan bank-bank devisa yang menyimpan hutang valas harus memikul beban hutang dalam nilai rupiah sebesar tiga hingga empat kali lebih besar dari jumlah sebelumnya. Beban yang sama juga muncul dari simpanan-simpanan giro, tabungan dan deposito valas yang dihimpun bank bank devisa. Padahal penempatannya berupa pemberian-pemberian kredit valas justru berpeluang menjadi macet dan menimbulkan kerugian-kerugian bank.
Ketiga : Nilai tukar rupiah yang merosot, diikuti pula oleh likuidasi bank besar, lebih merusak lagi kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. Hal ini telah memperburuk likuiditas perbankan dan bagi sebagian bank, mengakibatkan terjadinya goncangan dipasar uang antar bank.
Dalam menghadapi krisis moneter ini salah satu Kebijakan Pemerintah dalam rangka program rekapitalisasi perbankan di Indonesia adalah menghimbau dilakukannya penyatuan bank (Merger), baik di lingkungan Bank Swasta maupun Bank Pemerintah.
Salah satu bank yang telah melakukan merger yaitu : PT Bank Bumi Daya (Persero), PT Bank Dagang Negara (Persero), PT Bank Export Import Indonesia (Persero) serta PT Bank Pembangunan Indonesia (Persero) menjadi lembaga baru dengan nama PT Bank Mandiri (Persero).
Bank Mandiri merupakan bank terbesar di Indonesia dari segi aset, pinjaman dan deposito. Bank Mandiri membukukan laba bersih yang telah diaudit sebesar Rp.3,59 Triliun (US$ 400,7 juta) untuk tahun buku 2002 atau naik 30,6 % dari tahun buku 2001 . Return on assets (sebelum pajak) mencapai 2,3% dan return on equity (sesudah pajak) sebesar 26,2%. Jumlah aset mencapai Rp.250,4 Triliun (US$27,9 Miliar) sedangkan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio atau CAR) sebesar 23,4%, jauh diatas kewajiban minimum yang dipersyaratkan Bank Indonesia sebesar 8 %.
Bank Mandiri mengakhiri tahun buku 2002 dengan hasil yang lebih baik dan kondisi keuangan yang lebih kokoh. Kinerja yang positif selama tiga tahun terakhir merupakan hasil dari peningkatan pondasi operasional dan penerapan strategi usaha yang tepat serta hati-hati, secara konsisten. Jumlah kredit meningkat Rp.17,1 Triliun atau 35,3%, menjadi Rp.65,4 Triliun. Pertumbuhan kredit tersebut termasuk pembelian aset dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp.4,9 Triliun. Pertumbuhan tersebut meningkatkan rasio kredit terhadap dana masyarakat dari 25,3 % menjadi 35,4%. Sedangkan rasio kredit terhadap obligasi pemerintah naik dari 31,4% menjadi 43,9% yang menunjukan komposisi aset yang lebih baik.
Rasio NPL (Non Performance Loan) turun secara konsisten. Rasio Gross NPL turun dari 9,7% menjadi 7,3% sedangkan rasio net NPL (setelah dikurangi dengan cadangan kerugian) turun dari 3,1% menjadi 1,9% pada akhir 2002. Adapun rasio cadangan kerugian kredit terhadap seluruh kredit bermasalah mencapai 190,4%. Pada akhir 2002, cadangan aktiva produktif mencapai Rp.12,4 Triliun, atau Rp.5,5 Triliun lebih tinggi dari cadangan minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selama tahun 2002, Bank Mandiri berhasil menagih kembali kredit yang telah dihapusbuku sebesar Rp.1,1 Triliun.
Hasil usaha tersebut merupakan perwujudan atas tiga strategi yang diterapkan dalam memastikan neraca perusahaan yang sehat dan kualitas aset yang tinggi. Pertama, memiliki kebijakan akuntansi yang konservatif, yang dapat dilihat dari rasio cadangan kerugian yang tinggi. Kedua, menerapkan metode yang tepat dan intensif serta dapat dipertanggungjawabkan untuk penagihan pinjaman yang telah dihapusbuku. Ketiga, menerapkan prinsip manajemen risiko yang prudent untuk memproses seluruh kredit baru, termasuk pembelian kredit dari BPPN.
Sejalan dengan kebijakan untuk memperbaiki komposisi dana masyarakat , jumlah tabungan meningkat Rp.7,6 Triliun atau 34,2 % menjadi Rp.29,9 Triliun . Peningkatan komposisi tabungan tersebut mencerminkan komitmen Bank Mandiri untuk mengembangkan jasa perbankan ritel yang didukung oleh 6,8 juta nasabah, sebagai salah satu yang terbesar di Indonesia. Untuk melengkapi berbagai kegiatan promosi dan pemasaran yang telah dilaksanakan secara agresif, Bank Mandiri juga menambah 375 ATM baru, sehingga total ATM Bank Mandiri mencapai 1.559. Nasabah bank Mandiri sekarang menikmati akses jaringan ATM terluas di Indonesia. Selanjutnya, untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada nasabah ritel, Bank Mandiri meluncurkan produk SMS banking. Saat ini , 17 727 nasabah telah menggunakan produk SMS banking. Bank Mandiri memiliki komitmen untuk memposisikan sebagai bank ritel nomor satu di Indonesia dalam konteks Strategi Universal Banking Bank Mandiri.
Pada tahun 2002, Bank Mandiri juga memberikan kontribusi dalam APBN sebesar Rp.5,9 Triliun melalui pajak yang dipungut atas bunga tabungan, deposito, giro serta PPh pasal 21 sebesar Rp.4,1 Triliun dan taksiran deviden sebesar Rp.1,8 Triliun.
Kinerja Bank Mandiri yang semakin baik dan konsisten selama ini telah memperoleh pengakuan dari lembaga keuangan dan investor. Penerbitan pinjaman subordinasi pada bulan Juli 2002 merupakan penerbitan pinjaman subordinasi yang pertama dilakukan perusahaan Indonesia pasca krisis ekonomi, yang mendapat perhatian besar dari kalangan investor dan telah diperdagangkan dengan baik sejak penerbitannya. Sekitar duapertiga dari US$ 125 juta pinjaman subordinasi yang diterbitkan, telah diserap oleh investor luar negeri dari berbagai kalangan. Transaksi tersebut memperoleh penghargaan sebagai transaksi pinjaman subordinasi terbaik tahun 2002 dari IFR Asia. Selain itu, bank mandiri juga menerima penghargaan dari berbagai media publikasi internasional, termasuk Global Finance, The Banker, Finance Asia dan The Asset. Survey terakhir yang dilakukan oleh Finance Asia menetapkan Bank Mandiri sebagai salah satu dari 10 perusahaan terbaik di Indonesia untuk 3 tahun berturut-turut (th 2000, Th 2001 dan Th 2002). Dan pada tahun ini majalah ekonomi Swasembada (SWA) bekerjasama dengan lembaga riset Marketing Research Specialist (MARS) menganugerahi Bank Mandiri sebagai “The Most Potential Brand in Banking Industry “, anugerah ini diberikan dalam rangka Indonesian Best Brand Award (IBBA) 2003.
Setelah melampaui perjalanan panjang disertai perjuangan gigih yang tak mengenal lelah, diawali dengan meleburnya empat legacy bank ke dalam Bank Mandiri pada tanggal 2 Oktober 1998 maka pada hari Senin 14 Juli 2003, Bank Mandiri mencatat sejarah yang penting yaitu menjadi Perusahaan Terbuka yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta dan sekaligus di Bursa Efek Surabaya. Sejak saat itu Bank Mandiri bukan lagi sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah tetapi dimiliki pula oleh kurang lebih 34.000 (tigapuluhempatribu) pemegang saham dalam negeri maupun luar negeri, institusi maupun perorangan termasuk staff dan jajaran pegawai Bank Mandiri.
Merger bank menjadi satu nama baru tentunya juga berdampak terhadap perilaku nasabah yang sebelumnya menjadi nasabah pada masing-masing bank yang melakukan merger tersebut. Hal ini setidaknya berdampak pada tingkat keyakinan dan kepercayaan nasabah terhadap munculnya bank hasil merger tersebut. Para nasabah masing-masing bank yang melakukan merger tersebut akan mulai menilai apakah dengan penyatuan bank tersebut akan meningkatkan kualitas jasa atau sebaliknya. Hal ini menjadi suatu bahan acuan yang mendasar mengapa dilakukan penelitian ini. Karena dari sisi kepercayaan nasabah, bank yang melakukan merger akan berusaha untuk membangun kepercayaan para nasabah dari masing-masing bank yang menyatu tersebut. Harapan terhadap kualitas jasa yang semakin baik tentunya menjadi tuntutan nasabah dengan adanya penyatuan bank tersebut. Agar dapat tetap mempertahankan loyalitas nasabah diperlukan strategi pemasaran yang tepat dan jasa yang berkualitas sehingga dapat memberikan kepuasan kepada para nasabah.
Begitu pentingnya pihak manajemen perbankan untuk mangetahui tingkat kualitas jasa yang telah diberikan kepada nasabahnya, serta sebagai bahan analisa yang dapat memberikan wawasan pemikiran dan pertimbangan bagi pihak manajer perbankan dalam membuat suatu keputusan manajerial yang tepat sasaran dan berdaya guna, maka penulis tertarik mengangkat permasalahan ini. Adapun judul penelitian yang diajukan adalah : “ Analisa Faktor Kualitas Jasa Yang Berpengaruh Terhadap Kepuasan Nasabah Di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Blitar “.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah lima dimensi kualitas jasa yang terdiri dari faktor fisik nyata (tangible), faktor kehandalan (reliability), faktor ketanggapan (responsiveness), faktor jaminan (assurance) dan faktor empati (empathy) berpengaruh terhadap tingkat kepuasan nasabah ?
2. Manakah dari kelima dimensi kualitas jasa yang berpengaruh paling besar terhadap tingkat kepuasan nasabah ?
3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan diatas, maka penelitian ini bertujuan
1. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh kualitas jasa terhadap tingkat kepuasan nasabah.
2. Untuk menganalisis faktor kualitas jasa yang paling signifikan pengaruhnya terhadap tingkat kepuasan nasabah .
4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Manajemen Perbankan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pemasaran yang berwawasan pada kesetiaan (loyalitas) nasabah.
2. Bagi Bank yang melakukan merger
Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu pihak Bank dalam merancang suatu strategi pemasaran yang tepat dan berdaya guna.
3. Bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan Ilmu Pemasaran dan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar