Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Karena itu, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen kedua) antara lain, menyatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kebupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Sejalan dengan reformasi total, dibidang penyelenggaraan pemerintahan daerah juga mengalami perubahan, dimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk mendorong dan memberdayakan masyarakat melalui penumbuhan prakarsa, kreatifitas dan peningkatan peran masyarakat. Pemerintah Daerah harus mandiri dan responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Daerah harus mampu memecahkan permasalahan, menjawab tantangan dan mengatasi kendala-kendala serta mampu menggali atau memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dimaksud Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, mengarahkan pembentukan dan penyusunan 3 (tiga) Daerah Otonom, yaitu Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing berdiri sendiri, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, dan satu sama lain tidak mempunyai hubungan hirarkis. Maka dalam Undang-undang ini pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Tujuan pelimpahan kewenangan dalam penyelanggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman. Atas dasar itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah sehingga memberi peluang kepada Daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap Daerah. Kewenangan ini pada dasarnya merupakan upaya untuk membatasi kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, karena Pemerintah dan Propinsi hanya diperkenankan menyelenggarakan kegiatan otonomi sebatas yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Kota Tebing Tinggi adalah salah satu daerah di Propinsi Sumatera Utara telah menyelenggarakan Otonomi Daerah semenjak dibentuknya Daerah tersebut. Peraturan tentang Otonomi Daerah yang dilaksanakan tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan, dan terakhir dengan Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999. Sebelum lahirnya undang-undang tersebut bentuk Otonomi Daerah adalah Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai implementasi dari tuntutan Daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sehingga dapat berkreasi dan mempunyai kreatifitas, salah satu pilar yang sangat pokok yang harus ditegakkan adalah aspek pembiayaan, tanpa tersedianya biaya yang memadai maka akan sulit bagi Daerah untuk menyelenggarakan tugas, kewajiban dan kewenangan yang ada padanya untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri..
Dalam menggali pendapatan asli Daerah diharapkan Pemerintah Daerah dapat mengakselerasikan dengan perekonomian Daerah yang secara langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan Daerah, Pemerintah Daerah hendaknya tidak melakukan upaya kontraproduktif yang dapat menimbulkan hambatan atau distorsi terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Daerah sehingga membawa dampak high cost economy di Daerah.
Dengan demikian diperlukan prioritas pengembangan potensi sumber-sumber keuangan Daerah yang profitable dan masih dapat ditimbuh kembangkan di kemudian hari. Pencarian sumber pandapatan asli Daerah merupakan upaya yang dilakukan terus menerus oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi, hal ini dilakukan karena belum optimalnya pemungutan pajak dan retribusi Daerah. Ini menunjukan bahwa jasa yang dapat dijual masih kurang, berarti pada masa yang akan datang disamping berorientasi public service Pemerintah Daerah juga bersifat profit making. Karena berotonomi berarti juga berotomoney, berarti menunjukan ketidaktergantungan (khususnya dalam hal keuangan) Daerah kepada Pusat dalam pembangunan di Daerahnya. Idealnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) mampu menyumbangkan bagian terbesar dari seluruh pendapatan daerah dibanding sumber pendapatan lainnya, seperti subsidi dan bantuan.
Dengan proporsi semacam itu, daerah dapat secara leluasa menjalankan hak otonominya, sebaliknya terbatasnya sumber PAD dalam membiayai pembangunan di Daerah menunjukan rendahnya kemampuan otonomi daerah tersebut.
Pendanaan menjadi sangat penting dalam memenuhi pembiayaan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Selama ini Pendapatan Asli Daerah sangat rendah kontribusinya terhadap Anggaran Pendapatan Asli Daerah (APBD). Adapun kontribusi dari pendapatan asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kota Tebing Tinggi pada tahun 1999/2000 sebesar Rp. 2.448.119.728,84 dari pendapatan Daerah sebesar RP. 37.815.611.000 atau sebesar 6,47 % serta pada tahun anggaran 2000 sebesar Rp. 2.079.515.707,92 dari Rp. 34.831.909.000 pendapatan Daerah atau sekitar 5,97 %, begitu juga pada tahun 2001 sebesar Rp. 4.118.447.335,57 dari Rp. 85.882.306.000 pendapatan Daerah atau sekitar 4,79 % dan pada tahun 2002 sebesar Rp. 6.143.515.255,31 dari Rp. 134.677.762.000 pendapatan Daerah atau sekitar 4,56 %. Disini terlihat nilai nominal penerimaan pendapatan asli Daerah terus meningkat, akan tetapi bila dibandingkan dengan sumber penerimaan Daerah lainnya; seperti subsidi dan bantuan Pusat, maka penerimaan dari pendapatan asli Daerah tidak begitu berarti. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan perhatian Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam mengembangkan sector-sektor yang produktif, sehingga pada masa mendatang dapat dijadikan sumber penerimaan Daerah bagi sector pendapatan asli Daerah dan pada akhirnya akan menjadi umpang balik bagi Pemerintah Daerah guna memberikan solusi pembiayaan pemerintahan dan pembangunan Daerah dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Untuk mengetahui lebih jauh perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibawah Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 dan bagaimana peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tebing Tinggi serta kontribusinya dalam rangka Otonomi Daerah maka penulis melakukan penelitian mengenai PERKEMBANGAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan introspeksi bagi aparat Pemerintah Daerah dalam menggali potensi penerimaan Daerah agar lebih efektif dan efisien, serta dapat mendukung terselenggaranya Otonomi Daerah yang lebih baik dan meningkatnya kualitas pelayanan masyarakat.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar