KOMPARASI IMPLEMENTASI CAMELS SEHUBUNGAN DENGAN KINERJA KEUANGAN BANK SYARI’AH DAN BANK KONVENSIONAL (EKN-02)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dengan semakin berkembangnya kegiatan bisnis perbankan, bank dihadapkan kepada upaya melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam mengelola banknya. Dalam proses kinerja, tidak bisa dihindari adanya kerugian, baik secara finansial maupun non finansial akibat dari tata kelola manajemen yang terstandarisasi. Hal mendasar yang membedakan antara entitas bisnis lain dengan bisnis perbankan adalah pada keseimbangan kinerja keuangan dan layanan. Sehingga dengan demikian dalam mengelola perbankan perlu sikap penuh kehati-hatian (prudential Banking) yang tercermin pada padatnya regulasi di bidang perbankan, baik regulasi bank konvensional maupun bank syari’ah.



Menurut Dahlan Siamat (1993:22) Bank Indonesia selaku otoritas perbankan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan praktek perbankan yang sehat. Praktek perbankan yang sehat dapat menambah kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Dalam hal ini, Bank Indonesia melalui instrumen-instrumen keuangan yang antara lain menitikberatkan pada upaya pemenuhan modal minimum yaitu pencapaian Capital Adiquacy Ratio (CAR) minimum 8 % dan pencapaian target non performing loan (NPL) minimum sebesar 5 %


Selain itu, Thomas Suyatno (1990: 7) untuk melakukan kontrol terhadap tingkat kesehatan bank, maka Bank Indonesia mewajibkan bank-bank untuk mengirimkan laporan keuangan secara berkala baik berupa laporan triwulan, semesteran, maupun laporan tahunan. Penyampaian laporan berkala tersebut dimaksudkan sebagai peringatan dini (termasuk di dalamnya adalah CAMELS Rating System) yang dapat menggambarkan resiko operasional untuk menjamin kesinambungan perbankan yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian, serta konsep pelaporan yang transparan , akurat dan terpercaya.


Dalam hal ini, CAMELS merupakan salah satu instrumen Bank Indonesia yang diperlukan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank. Faktor-faktor CAMELS ini sudah diakui dunia perbankan internasional (standar BIS adalah CAMEL), berkiblat pada aturan yang ditetapkan oleh BIS (Bank Internasional Settlement) yang merupakan bank sentral dari bank sentral utama dunia yaitu suatu organisasi yang bermarkas di kota Basle, Switzerland yang beranggotakan 10 (sepuluh) negara-negara maju yaitu: United States, West Germany, Japan, Britian, France, Italy, Belgium, The Nederlands, Canada, dan Sweden. Kegiatan kelompok perbankan ini sangat berpengaruh terhadap perbankan global. Oleh karena itu, hampir seluruh sistem perbankan internasional mengacu pada standar BIS, atau memang secara terpaksa harus mengikuti, agar operasional perbankan suatu negara dapat memenuhi standar yang diakui secara internasional dan dapat diterima dalam kancah operasional perbankan dunia.


Di Indonesia, melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, baik bank konvensional maupun bank syariah diukur dengan menggunakan analisis CAMELS. Hal ini, menarik untuk dianalisis karena bank syariah masih tergolong baru dalam industri perbankan, disamping itu penyajian laporan keuangan bank syariah lebih rumit dibandingkan bank konvensional. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana komparasi implementasi CAMELS sehubungan dengan kinerja keuangan bank syariah dan bank konvensional serta ketentuan-ketentuan penilaian yang ditetapkan Bank Indonesia.


Perbankan nasional saat ini tidak hanya didominasi oleh bank konvensional, tapi sejak 1992 dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah maka persaingan bisnis perbankan tidak hanya antara bank konvensional saja akan tetapi muncul persaingan antara bank syariah dengan bank konvensional.


Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank syari’ah pertama di Indonesia. Dalam Musyawarah Nasional Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 22-25 Agustus 1990 di Jakarta, MUI mengamanatkan dibentuknya kelompok kerja MUI. Hasilnya, pada tanggal 1 Mei 1992. BMI mulai beroperasi.


Setelah menjadi pemain tunggal selama beberapa tahun, belakangan muncul dan tumbuh bank-bank baru yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip syari’ah. Bank Umum yang murni syariah selain Bank Muamalat Indonesia adalah Bank Syari’ah Mandiri, dan Bank Syari’ah Mega Indonesia (BSMI).


Bank Syariah muncul adalah untuk menjalankan prinsip ekonomi sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam sumber primer ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan hadis. Diantara ciri-ciri ajaran Islam dalam bidang ekonomi adalah bersih dari praktek riba. Sebagian ulama berpendapat bahwa praktek bank-bank konvensional mengandung unsur riba. Indikator perbankan konvensional disebut riba adalah adanya tambahan dari modal pokok yang terdapat dalam praktek perbankan konvensional tersebut. Proses atau tahapan keharaman praktek riba, berpatokan pada ayat-ayat al-Qur’an antara lain sebagai berikut:


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kalian mendapat keberuntungan (Q.S. Ali Imran :130)


Dalam ayat ini disebut secara tegas bahwa riba yang diharamkan oleh Allah adalah riba yang berlipat ganda. Mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik) dari ayat ini seperti dikemukakan Rasyid Rida adalah bahwa riba yang tidak berlipat ganda tidak diharamkan (M.Quraish Shihab, 2002: 264). Kesimpulan Rasyid Ridha tersebut sebagian ulama menerima dengan alasan bahwa hutang piutang yang dianggap riba apabila dianggap adh’afan mudh’afah.


Ayat berikut inilah yang mengharamkan secara tegas riba dalam bentuk apapun. :
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba (yang belum dipungut)jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak meninggalkan sisa-sisa riba, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya, akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari praktek riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS al-Baqarah :278-279).


Kata atau ungkapan yang tegas dalam keharaman riba dalam bentuk apapun dalam ayat ini adalah wa zaru ma baqiya min al-riba (tinggalkan sisa-sisa dari berbagai jenis riba).


Praktek ekonomi tanpa riba, sebenarnya bukan mempersulit umat Islam, tetapi justru ingin membersihkan kehidupan mereka. Ayat-ayat tersebut menekankan tentang keharaman hukum riba, yang oleh sebagian ulama, dianggap terdapat atau bahkan identik dengan perbankan konvensional, sehingga para pemikir Islam berusaha untuk mendirikan perbankan syariah yang bersih dari ptraktek riba.


Dengan adanya ayat-ayat yang melarang praktek riba, yang dapat dikatakan identik dan tidak dapat dipisahkan dengan bank konvensional, maka ulama-ulama Islam di Indonesia berkeinginan untuk mewujudkan bank Syari’ah. Sebelum bank Syari’ah berdiri di Indonesia, bank Syari’ah tersebut telah ada di beberapa negara Islam Perkembangan bank syari’ah di beberapa negara Islam (antara lain: Saudi Arabia, Dubai, Jordan, Kuwait, Bahrain, Turki, Pakistan, Iran, Banglades, Senegal, Malaysia) dan di beberapa negara di Eropa misalnya, Swiss, dan London, berpengaruh terhadap Indonesia. Pada awal tahun 1980-an. pembahasan mengenai bank syari’ah sebagai pilar ekonomi Islam telah dilakukan. Tetapi terbentur oleh tidak adanya perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bank menetapkan bunga sebesar 0%.


Pada awal operasinya, keadaan bank syari’ah belum banyak diminati masyarakat dibanding dengan bank konvensional yang telah ada. Landasan Hukum bank yang menggunakan sistem syariah tertuang dalam UU. No. 7 Tahun 1992, namun pembahasannya mengenai sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas dan merupakan “sisipan “ belaka.
Namun pada era reformasi ditandai dengan disahkan UU. No. 10 Tahun 1998. Dalam UU tersebut diatur dengan rinci landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syari’ah. Juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syari’ah.


Berdasarkan Data Bank Indonesia (BI), hingga Desember 2005, selain terdapat tiga Bank Umum Syari’ah (BUS) juga terdapat bank konvesional yang membuka Kantor Cabang (Kanca) Syari’ahnya yang dikenal dengan Unit Usaha Syari’ah (UUS) yang sampai akhir tahun 2005 berjumlah 19 UUS,


Disamping itu, terdapat ratusan BPR syari’ah dan ribuan Baitul Maal wat Tanwil (BMT) yang tersebar di seluruh Indonesia. Rencananya tahun ini (2006) akan ada pendirian lima UUS sehingga jumlah UUS diproyeksi bertambah menjadi 24. Sedangkan kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah selama 2005 juga menunjukkan peningkatan, sebesar Rp 3,7 triliun (31,4 %) menjadi Rp 15,6 triliun. Dari jenisnya, giro wadiah meningkat sebesar Rp 0,4 triliun (26,2%) menjadi Rp 2 triliun, tabungan mudharabah meningkat sebesar Rp 1,1 triliun (33,9%) menjadi Rp 4,4 triliun, sedangkan deposito mudharabah meningkat sebesar Rp 2,2 triliun (31,4%) menjadi Rp 9,2 triliun


Industri perbankan di Indonesia mencatatkan prestasi yang cukup baik. Bank dengan sistem bagi hasil ini semakin hari menunjukkan kiprahnya sejak keberadannya 14 tahun yang lalu. Namun demikian, pemahaman sebagian masyarakat tentang bagaimana sesungguhnya operasional bank syariah masih relatif terbatas. Hal ini terlihat dari kesimpulan masyarakat yang pernah menjadi nasabah bank syari’ah yang akhirnya menganggap bahwa tidak ada bedanya bank syari’ah dengan bank konvensional. Bahkan ada yang memfonis bahwa sesungguhnya bank syari’ah adalah bank konvensional yang diganti berbagai macam istilahnya sehingga terlihat ditasyri’kan.


Sesungguhnya memang bank syariah belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan umat Islam sendiri, belum banyak mengetahui bank syariah, lebih-lebih lagi mengenai kinerja keuangannya.. Ketidak pahaman masyarakat Indonesia tentang bank syariah, dapat disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya adalah belum lamanya bank tersebut berkembang dan beroperasi di Indonesia, kurangnya informasi mengenai bagaimana operasional bank syari’ah, keterbatasan pemahaman masyarakat tentang bank syariah, dasar hukum yang digunakan, sistem bagi hasil yang diterapkan, tidak meratanya perkembangan bank tersebut di seluruh daerah, dan masyarakat tidak memahami perbedaan yang prinsip antara bank konvensional dengan bank syari’ah.


Ketidaktahuan masyarakat tentang bank syariah, karena tidak meratanya penyebaran lokasi bank syariah, terbukti dengan tidak dibukanya bank syariah tersebut pada setiap daerah, setidak-tidaknya daerah kabupaten. Dengan realitas seperti ini, maka wajar masyarakat tidak mengetahui secara pasti bagaimana kinerja keuangan bank syariah tersebut. Dengan keadaan seperti itu, tidak mengherankan bila masyarakat tidak mengetahui bagaimana sistim bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah, tidak mengetahui perbedaan yang prinsip antara sistim bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah dengan sistim bunga yang diterapkan oleh bank konvensional selama ini.


Kondisi demikian juga membawa dampak yang cukup besar, yaitu kurangnya minat masyarakat untuk menjadi nasabah bank syariah, baik sebagai penabung maupun peminjam. Masyarakat yang tidak mengetahui persis bagaimana kinerja keuangan bank syariah, dapat menduga bahwa kinerja keuangan bank syariah tidak begitu bagus, seperti kinerja bank konvensional. Inilah salah satu sebab yang mengurangi minat masyarakat terhadap bank syariah. Dapat juga muncul dugaan bahwa sistim bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah, dapat membawa kerugian bagi bank itu sendiri, dan juga bagi nasabah.




Operasional bank syariah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang sangat mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional (lihat tabel 3dan 4). Tapi dalam pengukuran Tingkat Kesehatan Bank pada umumnya mengikuti peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Nomor 6/10/PBI/2004. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum tersebut berlaku untuk semua bank umum baik yang konvensional maupun syariah. Penilaian tersebut mengacu pada unsur-unsur capital, asset quality, management, earning, liquidity, dan sensitivity to market risk (CAMELS).


Namun, Biro Riset InfoBank (Majalah InfoBank No. 327, Juni 2006, Vol. XXVIII: 20) dalam melakukan penilaian terhadap kinerja keuangan bank lebih pada penerjemahan atas rasio-rasio keuangan sebagaimana yang tercantum dalam laporan keuangannya. Biro Riset InfoBank menerapkan kriteria yang umum digunakan untuk mengukur kinerja keuangan bank yang terdiri dari : permodalan , kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan efisiensi. Penelitian Biro Riset InfoBank tersebut bertujuan untuk mengetahui rating industri perbankan Indonesia sepanjang tahun 2005.


Sedangkan dalam penelitian ini, berfokus pada bagaimana komparasi implementasi Camels (capital Asset quality, management, earning, liquidity, dan sensitivity to market risk) sehubungan dengan kinerja keuangan Bank Syariah Mandiri periode 2003-2005. Sedangkan sebagai pembanding, dilakukan penelitian terhadap bank konvensional yang dalam hal ini diambil sebagai sampel adalah Bank Jatim. Penelitian ini, dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank syariah khususnya Bank Syariah Mandiri dan Bank Jatim dalam menghadapi kompleksitas permasalahan dan tantangan yang dihadapi.


Sebagaimana data Bank Indonesia, pertumbuhan volume perbankan syariah dalam kurun waktu 5 tahun secara rata-rata mencapai lebih dari 60 % per tahun. Seiring dengan pertumbuhan tersebut, secara mendasar beberapa tantangan yang masih mewarnai perkembangan perbankan syariah selama 2005 yaitu: 1) relatif terbatasnya jangkauan pelayanan, 2) kurangnya pemahaman masyarakat tentang perbankan dan keuangan syariah, 3) dampak dari kondisi ekonomi nasional yang kurang kondusif yang antara lain ditandai dengan meningkatnya suku bunga, serta 4) kebutuhan penyesuaian berbagai regulasi yang melingkupi operasional perbankan syariah.


Obyek penelitian dilakukan pada Bank Syariah Mandiri Tahun 2003-2005 dan sebagai pembanding maka perlu dilakukan penelitian pada bank Bank Jatim 2003-2005. Adapun alasan mengapa mengambil sampel Bank Syariah Mandiri dan Bank Jatim karena kedua bank tersebut memiliki jangkauan pelayanan yang cukup luas di wilayah Jawa Timur khususnya dan di Indonesia pada umumnya.


Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah implementasi CAMELS sehubungan dengan kinerja keuangan bank syariah dan bank konvensional dapat dijadikan Early Warning Systems?
2. Bagaimanakah kondisi kinerja keuangan Bank Syariah Mandiri dan Bank Jatim tahun 2003-2005?
3. Bagaimana perbedaan implementasi CAMELS antara Bank Syariah Mandiri dengan Bank Jatim


1.3. Tujuan Penelitian
Bertitiktolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah implementasi CAMELS sehubungan dengan kinerja keuangan bank syariah dan bank konvensional dapat dijadikan Early Warning Systems.
2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi kinerja keuangan Bank Syariah Mandiri dan Bank Jatim tahun 2003-2005
3. Untuk mengetahui komparasi implementasi CAMELS antara Bank Syariah Mandiri dengan Bank Jatim


1.4. Kegunaan Penelitian
1. Untuk masyarakat umum, yaitu dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, terutama kinerja keuangan bank syariah dan konsep operasionalnya, sehingga dapat menimbulkan keyakinan bahwa sistem bagi hasil seperti yang dikembangkan oleh bank syariah menguntungkan dua belah pihak, yaitu pihak nasabah dan pihak bank.
2. Bagi investor dan calon investor, dengan mengetahui kinerja keuangan bank syariah dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi (bagi calon investor). Sedang bagi investor akan diketahui besarnya bagian bagi hasil yang akan diterima.
3. Untuk pemerintah, yaitu sebagai masukan yang akan dijadikan pendorong membantu keuangan bank syariah, yang ternyata tidak kalah pentingnya sebagai pilar ekonomi negara.
4. Untuk Bank Syariah Mandiri dan Bank Jatim dengan mengetahui kinerja keuangan merupakan informasi yang berguna dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam tata kelola bank sehingga dapat menentukan strategi yang akurat, cermat dan efisien.
5. Untuk mahasiswa dan peneliti dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya


Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini





Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Cara Seo Blogger

Anda ingin download daftar judul tesis dan skripsi terbaru dan lengkap silahkan klik download
×